Site Overlay

Mengalihkan Energi Mengeluh Menjadi Produktif

Beberapa bulan belakangan ini sering membaca pekerja kreatif, terutama pekerja desain yang misuh-misuh karena diminta kerja gratis demi ‘exposure’, bayaran minim kerjaan maksimum, revisi ini abadi, atau  rupa-rupa keluhan lainnya yang hanya bisa didefinisikan oleh pekerja kreatif.

Lewat artikel ini saya hanya ingin sedikit berbagi pemikiran, walaupun saya sendiri ga begitu sukses sebagai pekerja kreatif. Dalam kesempatan ini saya mencoba untuk mengalihkan energi yang tadinya hendak digunakan untuk mengeluh menjadi energi produktif.

Setelah membaca berbagai buku ‘self help’ dan analisa, maka berikut ini ada beberapa tips ala menghadapi beberapa kendala dalam hidup pekerja kreatif.

Kendala 1. Kerjaan gratis!
Saya seringkali ngerjain sesuatu dengan gratis. Tidak saya lihat dari ‘exposure’ tapi saya lakukan untuk beberapa alasan:
1. pekerjaan yang saya anggap bisa untuk ‘belajar’ lagi.
2. bermanfaat bagi masyarakat.
3. ada waktu luang.
4. kliennya adalah mama saya sendiri.

Jika tidak sesuai dengan kondisi di atas dan saya tidak menemukan alasan lain, ya tolak aja. Beres.

Kendala 2. Harga teman.
Harga ‘teman’ akan saya berikan dengan kondisi:
1. Dia itu teman saya beneran.
2. Ada waktu luang
3. Asal pencairan invoice dan revisinya ga pake ribet.

Untuk kendala satu dan dua saya juga ada pengecualian pada projek dan individu yang berdasarkan penilaian saya akan menjadi awal pada proyek yang lebih berkelanjutan dan menjanjikan masa depan.

Kendala 3. Revisi tak berujung
Hal ini saya biasa anggap sebagai musibah. Kadangkala walaupun sudah ada kontrak atau perjanjian, tetap namanya musibah ya musibah. Mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah.
Tegaskan saja ke klien kalau pekerjaan itu ada timeline yang perlu ditaati, dan revisi tiada henti akan mengganggu kehidupan seorang pekerja kreatif.

Kalau dia menolak dan kemudian membatalkan kontrak, ya kalo ada duit bisa sewa pengacara kalo ga ada duit apa boleh buat. Seperti halnya musibah, mengeluh tidak akan menyelamatkan kita. Jadikan pembelajaran supaya laen kali ga kena lagi.

Dengan catatan kamu mengerjakannya dengan profesional. Karena kadangkala revisi terjadi karena kelalaian saya sendiri. Supaya aman, biasanya saya meminta referensi dan brief yang lengkap dari klien. Kalau tidak lengkap, saya seringkali memberikan referensi atau moodboard terlebih dahulu ke klien sebelum memulai draft 1.

Saya cukup beruntung klien-klien saya selama ini pengertian, kalaupun ada revisi yang berkali-kali itu karena mereka mengontrak retainer. Setelah bulan berakhir, ya selesai-ga selesai bayar.

Catatan: Hal yang juga sangat mengganggu selain revisi abadi, adalah menunggu revisi yang kelamaan. Ingatkan selalu klien, dan tegaskan kalau pekerjaan mu ada timeline yang perlu ditaati. Biasanya untuk kasus seperti ini, saya mencari klien lain dan mengarsipkan pekerjaan dengan baik. Sehingga jika shit happens maka saya ada cadangan pekerjaan.

Kendala 4. Invoice telat cair.
Ini adalah musibah yang juga sering menimpa para pekerja kreatif lepasan. Karena invoice telat cair bisa berakibat buruk pada keuangan. Mengakibatkan denda pada tagihan bulanan, pada kartu kredit, asuransi, uang sekolah anak dan lain-lainnya.

Salah satu cara adalah kejar aja terus ke penanggung jawab pekerjaan. Kalau bisa sih sampai berteman dengan pihak purchasing atau akunting. Supaya jelas kendala mereka dimana. Ini adalah salah satu alasan mengapa fee kita jangan terlalu kecil, jadi masih ada ruang margin untuk modal follow up kasus beginian.

Kira-kira itu tadi empat kasus yang sering menjadi keluhan para pekerja kreatif lepasan yang saya baca di jejaring sosial. Semoga tulisan ini berguna.

Artikel ini saya tulis untuk mengalihkan energi yang tadinya akan dipakai untuk ‘ngeluh’ jadi bercerita. Saya cukup bersyukur karena klien-klien saya saat ini masih dalam taraf bertanggung jawab dan mau memikirkan nasib vendor.

indifferent-monkey

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *